Jembtan Ake Samo Gane Barat Diduga Kekurangan Volume dan Tak Selesai

PPK: Perubahan Tiang Pancang, Pengaruhi Beberapa Item

TERNATE – TEROPONGMALUT.COM, LSM Lembaga Bantuan Hukum Pembela Tanah Air (LBH PETA) Provinsi Maluku Utara mengaku menemukan sejumlah kejanggalan pada proyek pembangunan jembatan Ake Samo, di Desa Samat, Kecamatan Gane Barat Utara, Kabupaten Halmahera Selatan.

Proyek Milik Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Malut itu dibangun pada tanun anggran 2019 dibawah kontraktor Haji Hijra, dengan CV RM ALBANTANI itu menyisahkan sejumlah persoalan. Proyek dengan Nilai Kontrak Rp 7,4 Miliar itu ternyata timbunan opritnya saja tidak selesai, begitu juga bronjong tak juga selesai dikerjakan.

Tidak hanya itu, panjang oprit jembatan yang seharusnya 50 meter, diubah oleh PPK melalui CCO menjadi 30 meter. Sementara bentangan panjang Bronjong yang seharusnya 120 meter, dikurangi volumennya menjadi 60 meter pun tidak selesai dikerjakan. Bronjong hanya pada sisi kiri jembatan, sementara pada sisi kanan jembatan tidak dibangun bronjong. Demikian dijelaskan Ketua LBH PETA Malut Sudarso Wahid, yang disapa anto kepada teropongmalut.com, di Ternate (06/06).

Sementara itu Asis Basrah, Anggota LBH PETA MALUT yang juga warga Desa Samo mempertanyakan kejelasan pekerjaan projek tersebut. Sebab, sampai saat ini belum selesai saratus persen. Padahal kontrak pekerjannya mulai dari Tanggal 11 Juni 2019.

“Bentengan panjang jembatan 30 meter tinggi jembatan 7 meter dengan anggran Rp 7.441.007.000,-. miliar itu diduga dikerjakan tidak sesuai spesifikasi, untuk itu kami dari LBH PETA MALUT akan melaporkan kasus jembatan ini kepada pihak yang berwajib” kata Sudarso Wahid. Sudarso, meminta Dinas PUPR  dalam hal ini Kadis dan PPK serta Rekanan untuk bertanggung jawab atas pelaksanaan jembtan tersebut.

Sementara itu PPK Jembatan Ake Samo, Sofyan Kamarullah, yang dikonfirmasi Teropongmalut.com di Kota Ternate Sabtu (06/06) menjelaskan awalnya jembatan itu dirancang tiang pancangnya 20 meter kedalamannya. Namun, karena kondisi sungai itu berlumpur sehingga kedalaman tiang pancang jembatan menjadi 30 meter.

“Karena terjadi perubahan pada tiang pancang jembatan, maka otomatis berpengaruh kepada beberapa aitem atau bagian pada jembatan itu, diantarannya terjadi pengurangan volume pada oprit dan bronjong, perubahan itu dikenal dengan istilah CCO” jelas Sofyan Kamarullah.

Namun, demikian lanjut Sofyan, secara keseluruhan kondisi jembatan sudah bisa digunakan atau sudah bisa operasional. “Untuk keterlambatan pekerjaan dikenakan denda, adapun hitungan denda adalah seper seribu dari sisa nilai pekerjaan yang belum selesai dikerjakan, dihitungnya per hari, dilihat dari PHO” jelas Sofyan.

Sedangkan Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Provinsi Malut Daud Ismail, menjelaskan kekurangan pekerjaan jembatan itu, akan ditangani pada tahun berikutnya. “Yang kita inginkan pekerjaan itu ideal. Yang perlu dilihat dari sebuah pekerjaan adalah outcome-nya, sehingga jembatan itu bisa difungsikan, dan masyarakat bisa menggunakannya” jelas Daud Ismail.

Soal item-item pekerjaan yang belum terselesaikan menurut Daud, menjadi prioritas pihaknya untuk diselesaikan pada tahun depan. (dar)

IMG-20240406-WA0003
IMG-20240406-WA0008
IMG-20240406-WA0005
IMG-20240408-WA0072(1)
IMG-20240409-WA0018
previous arrow
next arrow
IMG-20240406-WA0052
IMG-20240407-WA0028
IMG-20240406-WA0045
previous arrow
next arrow
SAVE_20240410_210756
SAVE_20240410_210756
previous arrow
next arrow

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *