TEROPONGMALUT.COM ~ Warga Maffa kini angkat suara. Mereka menuding Polsek Maffa bukan sebagai penegak hukum, melainkan sebagai perpanjangan tangan kepentingan pribadi dan kelompok tertentu. Tuduhan ini bukan tanpa dasar — fakta di lapangan menunjukkan pembiaran terang-terangan terhadap angkutan kayu olahan ilegal milik saudara La Rani dan sejumlah pembeli kayu lainnya.
Praktik ilegal ini terus merajalela tanpa hambatan. Masyarakat menilai ada pembiaran sistematis, bahkan diduga kuat mendapat restu dari pucuk pimpinan aparat. Jeritan rakyat kecil tak digubris, seolah suara mereka tak lagi punya arti di mata penegak hukum.
“Kami bingung,” kata salah seorang warga. “Hukum seharusnya jadi pelindung kami, tapi yang kami lihat, justru aparat yang menjadi aktor utama dalam kejahatan ini. Kami mau tegur takut dibilang iri, kalau tidak tegur generasi menjadi korban kelak, karena yang pasti hasil alam semakin habis, jika pembiaran kejahatan ini terus menerus dipraktekkan oleh APH itu sendiri.
Hutan yang seharusnya dilindungi dibabat habis. Wilayah transmigrasi berubah menjadi zona pembalakan liar. Kerusakan lingkungan tak terbendung, keuntungan hanya mengalir ke segelintir orang. Sementara negara? Diam. Tidak hadir. Tidak peduli. Negara hukum berubah menjadi negara kekuasaan, ini parah.
Masyarakat mempertanyakan: apakah negara hari ini hadir untuk menegakkan hukum atau justru melindungi tindakan kejahatan dan pelanggaran? Karena yang terjadi, rakyat kecil terus dikorbankan — sementara para pelaku kejahatan yang dilindungi berseragam justru bebas berkeliaran.
Negeri ini butuh keadilan, bukan kemunafikan. Aparat yang seharusnya jadi pelindung, jangan jadi bagian dari perusak. Jika hukum bisa dibeli, lalu untuk siapa keadilan ditegakkan? (Odhe/Red)