Teropong Malut, Tidore- Pemerintah Kota Tidore Kepulauan menghadapi tantangan fiskal berat setelah Dana Transfer ke Daerah (TKD) dari pemerintah pusat untuk tahun anggaran 2026 dipangkas drastis.
Seperti diketahui, Pemangkasan Dana Transfer ke Daerah tidak hanya terjadi di Kota Tidore Kepulauan, melainkan di seluruh Indonesia dan merupakan kebijakan pemerintah pusat kemudian berdampak secara nasional.
Penurunan ini memicu anjloknya APBD Tidore dari Rp1,16 triliun menjadi Rp797 miliar, dan berpotensi mengancam pembayaran gaji PPPK serta kelangsungan program strategis daerah.
Sekertaris Daerah Kota Tidore Kepulauan, Ismail Dokomalamo, merinci total pemangkasan Dana Transfer ke Daerah (TKD) mencapai Rp 300,6 miliar.
Pos anggaran yang mengalami pemotongan drastis meliputi Dana Bagi Hasil (DBH), Turun 49%, dari Rp 190,7 miliar pada 2025 menjadi Rp 93,6 miliar pada 2026, Dana Alokasi Umum (DAU), Mengalami pemangkasan 19%, dari Rp 565,7 miliar pada 2025 menjadi Rp 452,7 miliar pada 2026.
Sementara DAK Fisik turut juga kena pangkas hingga 80%, dari Rp.49,2 miliar pada 2025 menjadi Rp.8,8 miliar pada 2026, Insentif Fiskal semula 6,5 Miliar di tahun 2025 terjun bebas ke angka Rp.0 pada 2026. Akhirnya anggaran gaji PPPK untuk tahun berikutnya pun terancam dihilangkan sepenuhnya, dari Rp.38,3 miliar
Demikian juga dengan Dana Desa yang awalnya Rp.38,5 miliar pada 2025 turun menjadi Rp. 33,2 miliar pada 2026.
“Jika kondisi terburuk terjadi, maka pada 2026 tidak akan ada lagi dana bantuan, dana hibah, serta dana untuk kegiatan fisik dan belanja modal. Kami sedang berusaha mencari solusi terbaik,” kata Ismail Dukomalamo di Aula Sultan Nuku, Senin,(29/10/25).
Sedangkan potret Pendapatan Asli (PAD) Kota Tidore Kepulauan menunjukkan target PAD meningkat, dengan target Rp.67 miliar pada 2024, meskipun sempat direvisi turun menjadi Rp62,6 miliar dalam APBD Perubahan. Realisasi pajak pada triwulan II 2025 baru mencapai 36,20% dari target Rp24 miliar.
Sementara itu, Pemerintah pusat (Puspen) melakukan pemangkasan anggaran TKD 2026 secara signifikan dari Rp 919,9 triliun pada 2025 menjadi Rp 693 triliun.
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, menyebut bahwa maraknya kasus korupsi di tingkat pemerintah daerah (pemda) menjadi salah satu alasan utama pemotongan ini.
“Alasan pemotongan itu utamanya dulu karena banyak penyelewengan. Artinya enggak semua uang yang dipakai, dipakai dengan betul. Jadi itu yang membuat pusat agak, bukan saya ya, pemimpin-pemimpin itu agak gerah dengan itu dan ingin mengoptimalkan,” ujar Purbaya dikutip dari Kompas.
Menurut Purbaya, pemotongan ini bukan berarti dana untuk daerah berkurang, melainkan direstrukturisasi agar distribusinya lebih efisien dan tepat sasaran.(Amat)