Ternate-Teropongmalut. Praktisi hukum Agus Salim R Tampilang, menanggapi serius kejadian yang melibatkan percakapan WhatsApp antara sejumlah kepala OPD di lingkup Pemerintah Kota Ternate. Percakapan yang terjadi beberapa hari lalu diduga terkait dengan upaya kampanye terselubung menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Dalam pernyataannya, Agus menyebutkan bahwa isi percakapan tersebut menunjukkan indikasi kuat adanya kampanye liar yang melanggar hukum.
Menurut Agus , percakapan yang muncul dalam aplikasi WhatsApp tersebut tidak hanya sekedar diskusi biasa, melainkan bagian dari upaya untuk mengarahkan atau mengintimidasi pilihan politik seseorang. Karna dari Konten percakapan itu terlihat berbau aroma Politik busuk
“Dalam percakapan itu, tampak jelas bahwa terdapat niat untuk memenangkan salah satu calon kepala daerah dengan menargetkan kemenangan di atas 65% di tingkat TPS. Bahkan, kelurahan-kelurahan tertentu disebutkan sebagai bagian dari strategi tersebut.” Katanya
Lanjut Agus mengatakan hal tersebut jelas merupakan pelanggaran serius, yakni kampanye liar yang melanggar pasal 280 ayat (2) UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Selain ASN, pimpinan Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi sampai perangkat desa dan kelurahan dilarang diikutsertakan dalam kegiatan kampanye. Jika pihak-pihak disebutkan tetap diikutsertakan dalam kampanye,atau melakukan kampanye, atau terlibat untuk memenangkan kandidat tertentu maka akan dikenakan sanksi pidana kurungan dan denda.
Sanksi tersebut tertuang, dalam Pasal 494 UU 7 tahun 2017 yang menyebutkan, setiap ASN, anggota TNI dan Polri, kepala desa, perangkat desa, dan/atau anggota badan permusyawaratan desa yang terlibat sebagai pelaksana atau tim kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
Jadi perlu di pahami, makna atau pengertian kampanye, itu tidak terbatas hanya pada Jadwal kampanye yang sudah ditentukan oleh Penyelenggara Pemilu. namun kampanye itu diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018, alat kampanye dijelaskan sebagai semua benda/bentuk lain yang memuat visi, misi, program, dan/atau informasi lainnya dari peserta pemilu, simbol/tanda gambar media Sosial, Media Elektronik, dan alat Tegnologi lain yang digunakan untuk keperluan kampanye yang bertujuan untuk mengajak orang memilih peserta pemilu tertentu.
“ alat-alat Kampanye ini kalau digunakan oleh ASN untuk mengarahkan atau mengintimidasi pihak lain dengan tujuan untuk memenangkan Kandidat tertentu dalam Pilkada Kota Ternate,apakah ini bukan
Bahan kampanye tersebut dapat berbentuk: selebaran (flyer); brosur (leaflet); pamflet; poster; stiker; pakaian; penutup kepala; alat minum/makan; kalender; kartu nama; pin; dan atau alat tulis.
Harapannya “Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), khususnya dalam Gakumdu, untuk tetap menjalankan tugasnya dengan tegas. Siapa pun yang terbukti melakukan pelanggaran harus diberikan sanksi sesuai dengan hukum yang berlaku. Menurutnya, tindakan tegas ini sangat penting untuk menjaga integritas dan kualitas Pemilu.” Ucapnya Agus
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa Undang-Undang Pemilu harus diimplementasikan dengan prinsip ultimum remedium, yang berarti bahwa langkah-langkah pencegahan harus lebih diutamakan sebelum tindakan pidana diambil. Namun, jika pelanggaran tetap terjadi, penegakan hukum harus berjalan tanpa pandang bulu.
Agus Tampilang juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap sejumlah kepala OPD yang seharusnya menjadi contoh dalam pengelolaan ASN justru terlibat dalam politik praktis. Hal ini, menurutnya, menunjukkan ketidakseriusan dalam menjaga netralitas aparat sipil negara dan menciptakan iklim yang adil dalam Pemilu.
Publik menilai bahwa tindakan seperti ini sangat memalukan, karena mereka yang memiliki wawasan dan jabatan justru terlibat dalam praktik politik yang seharusnya mereka kontrol. Tindakan ini tidak hanya merusak integritas Pemilu, tetapi juga memperburuk citra pemerintah di mata publik.
Mengingatkan bahwa semua pihak, baik pejabat pemerintah maupun warga negara biasa, harus diperlakukan sama di hadapan hukum. Tidak ada yang kebal hukum, dan siapa pun yang melanggar harus bertanggung jawab atas perbuatannya.
Sebagai penutup, Agus Tampilang menegaskan bahwa untuk meningkatkan kualitas Pemilu di masa depan, Bawaslu harus mengambil tindakan tegas terhadap mereka yang melanggar aturan. Hanya dengan penegakan hukum yang kuat, Pemilu di Indonesia dapat berlangsung dengan lebih baik dan jujur.
“Jika Bawaslu ingin kualitas pemilu ini semakin baik ke depan, maka orang-orang ini harus ditindak secara pidana biar mendapat ganjarannya,” ujarnya menutup pernyataan.
(Wan)