AKUMULASI KEKACAUAN DI TANAH HALMAHERA BARAT

Penulis : Gusti Ramli

Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Khairun Ternate.

Dalam diskursus ilmu Hukum, penulis mendapati sebuah adagium (pepatah/peribahasa) Hukum yang berbunyi “Salus Populi Supremasi Lex (Kesejahteraan Rakyat adalah Hukum tertinggi).” Meskipun penulis bukan seorang Mahasiswa Fakultas Hukum maupun seorang yang paham tentang Hukum, tetapi berangkat dari adagium tersebut dapat kita menyimpulkan bahwa Pemerintah wajib memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya, baik birokrasi pemerintahan tertinggi dalam hal ini Pemerintah Pusat hingga birokrasi pemerintahan terkecil yakni Pemerintah Desa.
Akumulasi kritikan yang datang dari berbagai macam pihak semata-mata hanya untuk membenahi jalannya roda pemerintahan di Negeri ini, sehingga ada kemajuan dan perubahan yang terjadi pada dalam badan Pemerintahan yang masih saja mengalami degradasi, baik pada aspek ekonomi, pendidikan, sosial, politik dan lain sebagainya.

Bagaimana kaitan antara desentralisasi dengan akuntabilitas publik dalam penyelenggaraan pemerintahan? Sebenarnya tidaklah sulit menjawab pertanyaan ini, karena dengan demokrasi maka akan memberikan peluang kepada masyarakat, termasuk masyarakat di daerah untuk berpartisipasi dalam segala bentuk kebijakan pemerintahan. Maka sebagai salah satu putra daerah yang resah dengan kondisi daerah saat ini, sudah kiranya meluapkan segala ke kesalahan dan keresahan dalam bentuk tulisan. Harapannya; ini menjadi sebuah alarm untuk masa panjang.

Lagi-lagi problematika yang terjadi di Halmahera Barat saat ini seakan menjadi wahana mainan yang dimainkan oleh anak usia belia, yang nampaknya tidak pernah berhenti untuk bermain. Mengapa demikian?, penulis melihat ketidakseriusan dari lembaga Legislatif yang mulai mengambil panggung dan mencuri perhatian masyarakat publik, semasa periodesasi mereka dalam menaungi aspirasi masyarakat nampak takkaruan dan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap mereka. Melalui catatan ini, penulis tidak ingin membangun opini yang subjektif, namun berdasarkan amatan penulis selama lima tahun terakhir ini, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Halmahera Barat nampaknya tidak mampu memberikan kontrol yang baik terhadap arah kebijakan Lembaga Eksekutif yang menimbulkan kegaduhan, kekecewaan dan keresehan masyarakat Halmahera Barat. Hal ini dibuktikan dengan gelombang problem di tanah Jiko Makolano yang tidak berangsur surut.

Bagi penulis, kemajuan suatu Daerah bersumber dari tiga aspek pokok yang seharusnya menjadi pijakan Pemerintah. Yang pertama pada aspek Kesehatan, kedua adalah Pendidikan, dan yang ketiga adalah Pembangunan Infrastruktur.

Terbengkalainya perhatian Pemerintah Daerah pada aspek kesehatan menimbulkan masalah serius, sehingga pada tanggal 15 Februari dan 11 Mei 2023 telah terjadi kasus yang sangat krusial, yang mana dua orang ibu yang hendak melahirkan generasinya kemuka bumi ini harus merelakan anak-anaknya untuk kembali kepada sang pencipta. Kematian dua bayi ini dialami warga Desa Akediri dan Desa Gamlamo Kecamatan Jailolo, hal ini disebabkan dari minimnya fasilitas perawatan Rumah Sakit, kurangnya dokter spesialis kandungan, kekurangan obat-obatan serta lemahnya pelayanan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) JAILOLO. Problematika ini mulai disoroti oleh beberapa Organisasi Pemuda & Mahasiswa, saat melakukan aksi demonstrasi dihalaman Kantor Pemerintahan, LSM JONG HALMAHERA 1914 berhasil hearing dengan Bupati Halmahera Barat. Namun hasil hearing tersebut hanya sebuah siasat permainan dari Bupati agar menghentikan gerakan yang dibangun oleh LSM ini.

Sementara pada aspek Pendidikan sendiri, Pemerintah Daerah mendiami persoalan ini. Lihat saja kondisi Asrama Mahasiswa Halmahera Barat yang jauh dari perhatian Pemerintah, kondisi gedung asrama berlantai dua ini rasanya seperti sebuah rumah hantu yang tidak mendapat sentuhan dari Pemerintah Daerah. Dengan biaya perkuliahan yang semakin mencekik leher perekonomian masyarakat, Pemerintah Daerah juga tidak mampu menghadirkan solusi yang baik terhadap putra putri daerah yang hari ini mengenyam pendidikan dengan biaya perkuliahan yang melangit. Ketika kemiskinan dan kesenjangan ekonomi terus menggurita, maka kebutuhan perut menutupi perkembangan akal. Pembangunan kemampuan intelektual menjadi mandek. Walhasil, kadangkala berpikir terjadi di mana-mana. Kenapa kebutuhan dasar rakyat menjadi indikator awal? Karena inilah kunci pertama pembangunan manusia yang akan meng’unclok’ kualitas pembangunan manusia secara berkelanjutan.

Selanjutnya pada aspek Pembangunan Infrastruktur, hal ini yang sangat disayangkan oleh masyarakat Halmahera Barat terhadap Pemerintahan yang satu ini. Cobalah sedikit kita menengok beberapa item pembangunan dikabupaten Halmahera Barat dengan menggunakan anggaran Pinjaman Ekonomi Nasional (PEN), misalnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) di pusat Kota Jailolo yang saat ini tak kunjung selesai proses pengerjaannya. pembangunan lapangan voli dan lapangan futsal yang menggunakan Dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tidak berdampak positif terhadap pendapatan daerah, kita tahu secara bersama bahwa Pemerintah Republik Indonesia memberikan Dana PEN dengan tujuan agar Pemerintah Kabupaten dapat memberikan layanan perekonomian masyarakat akibat dari dampak negatif wabah covid 19 pada tahun 2019 hingga 2022 lalu. Bahkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) telah mengeluarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Halmahera Barat Tahun 2022 yang tertuang pada Nomor :16.A/LHP/XIX.TER/05/2023 dengan landasan ada penyalahgunaan anggaran tersebut oleh Pemerintah Daerah.

Sementara itu, ada pula masalah yang saat ini menjadi background harapan masyarakat Kecamatan Loloda. Yakni peralihan lokasi pembangunan Rumah Sakit (RS) Pratama yang sebelumnya dipusatkan di Loloda dan dialihkan oleh Pemerintah Daerah di Kecamatan Ibu. Masalah ini telah disoroti oleh Sentral Mahasiswa Halmahera Barat (SEMAHABAR) Kota Ternate, yang dimana sebuah kekuatan besar ini telah melakukan Aksi Demonstrasi didepan Kantor Bupati pada Senin, 10 Juni lalu. Harapan masyarakat Loloda terkait jaminan fasilitas kesehatan bagi mereka telah dikubur oleh Pemerintah Kabupaten, sehingga harapan tersebut hanya menjadi sebuah mimpi besar bagi mereka.

Jika kita bersandar dalam Peraturan Presiden terhadap Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia (RI) Pasal 4 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: Ayat (1). Dalam rangka pemenuhan ketersediaan Rumah Sakit dan peningkatan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat, pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dapat mendirikan Rumah sakit umum kelas D Pratama. Ayat (2). Rumah sakit umum kelas D Pratama sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) hanya dapat didirikan pada daerah yang memenuhi kriteria sebagai berikut: (a.) daerah terpencil dan daerah yang sulit dijangkau karena keadaan geografis; (b) daerah perbatasan yang berhadapan dengan negara lainnya baik yang dibatasi darat maupun laut; (c) daerah kepulauan, wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan pulau kecil terluar; (d) daerah tertinggal; dan/atau (e) daerah yang belum tersedia Rumah Sakit atau Rumah Sakit yang telah ada sulit dijangkau akibat kondisi geografis.

Akuntabilitas publik sering digunakan sebagai parameter yang lain untuk mengamati praktek demokrasi dalam sebuah negara. Para pemegang jabatan publik harus dapat mempertanggungjawabkan kepada publik apa yang sudah dilakukannya baik secara pribadi ataupun sebagai pejabat publik, dalam hal ini Bupati dan juga wakil rakyat. Melalui perintah Presiden diatas maka sudah seharusnya Pemerintah Daerah harus mampu menjalankannya, bukan malah memindahkan lokasi pembangunan RS PRATAMA. Apabila Pemerintah Daerah hendak memindahkan lokasi pembangunan RS PRATAMA, maka sama halnya Pemerintah Daerah memutus harapan masyarakat Loloda.

Kondisi bangsa saat ini cenderung labil oleh silih bergantinya rezim penguasa, ini merupakan dinamika sehari-hari yang dapat kita lihat dan alami bersama. Hal ini tidak lepas dari pengaruh elit-elit politik dalam benturan kepentingan. Oleh karenanya mahasiswa adalah bagian dari komponen masyarakat sebagai agent of change sepatutnya mampu berkiprah untuk memulihkan kondisi tersebut.
Mahasiswa Halmahera Barat sudah seharusnya ada penyatuan Ideologi Gerakan dan Kesadaran Kritis untuk merespons masalah yang menghantui masyarakat Halmahera Barat hari ini. Maka harus ada kesadaran kritis dan konsolidasi gerakan massa untuk melawan sang penentu kebijakan yang lebih mengarah pada kepentingan oligarki hari ini ketimbang membijaki hutang daerah yang tertampung rapi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *