HALTENG, TM.com – Pasca Pilkada 2024, gelombang perpindahan Aparatur Sipil Negara (ASN) dari berbagai instansi di lingkup Pemkab Halmahera Tengah ke desa Umera dan Umiyal di Pulau Yoi, Kecamatan Pulau Gebe, menjadi sorotan tajam. Fenomena ini memicu tanda tanya besar: ada apa dengan dua desa di Pulau Gebe tersebut?
Penelusuran mengungkapkan alasan di balik derasnya arus mutasi ASN ke wilayah terpencil ini. Pasca Pilkada, banyak ASN yang diduga terlibat politik praktis selama proses pemilihan. Dalam upaya menegakkan netralitas ASN, para pejabat yang melanggar kode etik dan aturan perundang-undangan rela menerima konsekuensi, termasuk dipindahtugaskan ke lokasi-lokasi yang jauh dan menantang.
Sebagian ASN diketahui terang-terangan menunjukkan keberpihakan saat pilkada, baik melalui media sosial maupun aktivitas kampanye. Ada pula yang memilih bersikap senyap, meski hati mereka tak mampu menyembunyikan getar dukungan terhadap kandidat tertentu. Namun kini, setelah proses demokrasi usai, konsekuensi dari pelanggaran aturan menjadi nyata.
Kecamatan Pulau Gebe, terutama desa Umera dan Umiyal, mendadak menjadi tujuan utama mutasi. Sebagai wilayah yang cukup terpencil, Pulau Gebe kerap dianggap sebagai tempat “pengasingan” bagi ASN yang terseret isu pelanggaran netralitas. Meski demikian, banyak ASN yang menyatakan siap menjalankan tugas mereka dengan profesional di lokasi mana pun, termasuk di Pulau Yoi.
Langkah Pemkab Halmahera Tengah ini menjadi sinyal kuat bahwa pelanggaran netralitas ASN tak bisa ditoleransi. Dengan mengutamakan integritas birokrasi, pemerintah daerah berusaha memulihkan kepercayaan masyarakat dan memastikan roda pemerintahan tetap berjalan sesuai prinsip hukum dan etika.
Pulau Gebe kini menjadi babak baru bagi ASN yang harus menghadapi konsekuensi politik Pilkada 2024. Apakah langkah ini cukup untuk mengembalikan kredibilitas ASN di mata publik, atau justru memunculkan tantangan baru di daerah penugasan yang baru? Waktu yang akan menjawab. (ODHE)