TeropongMalut, TERNATE – Aksi damai yang dilakukan warga Kelurahan Basting Karante pada Senin, 14 April 2025, berubah menjadi sorotan publik usai “Aliansi Peduli Warga Basting Karante” melayangkan tujuh tuntutan keras kepada Pemerintah Kota Ternate. Aksi ini bukan hanya menggugat SK Lurah, tetapi juga mengungkap dugaan penyimpangan dana dan retribusi yang mencengangkan.
Dalam pernyataan sikap yang diterima redaksi, warga secara tegas menolak SK Lurah Basting Karante No. 1/Kep/I/2025 yang diterbitkan pada 15 Januari 2025. Mereka menilai SK tersebut bertentangan dengan Peraturan Wali Kota Ternate Nomor 10 Tahun 2022 tentang Lembaga Kemasyarakatan Kelurahan (LKK).
“SK ini cacat hukum dan memicu kegaduhan di lingkungan kelurahan!” tegas Koordinator Aksi, Ikram Muhammad, dalam press release tertulisnya.
Tak hanya itu, warga juga menuntut Wali Kota Ternate segera mengevaluasi kinerja lurah dan perangkatnya yang dinilai telah merusak tatanan sosial dan menyebabkan konflik internal.
Lebih panas lagi, warga mendesak Inspektorat Kota Ternate melakukan audit terhadap retribusi parkir di RT 4/RW 1, yang berada di samping Pelabuhan Bastiong. Mereka mengklaim lahan parkir tersebut milik Pemerintah Kota dan dikelola atas nama pemuda setempat. Namun hingga kini, aliran dana retribusi tak jelas juntrungannya.
“Kami curiga ada manipulasi dan kebocoran dana!” kata salah satu orator aksi.
Warga juga meminta aparat penegak hukum — baik kepolisian maupun kejaksaan — untuk turun tangan menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana retribusi parkir dan iuran air sumur oleh ASDP di RT 5/RW 2. Dana yang seharusnya dikelola untuk kesejahteraan warga justru menguap tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
Lebih jauh, Wali Kota Ternate juga diminta memerintahkan Dinas PU atau instansi terkait untuk mengevaluasi tiga unit MCK di RT 4/RW 1 yang ditengarai tidak sesuai dengan peruntukannya.
ASDP Bastiong pun ikut terseret dalam pusaran tuntutan warga. Mereka meminta Kepala ASDP mengevaluasi petugas penagih iuran yang dinilai tidak transparan dan tak memiliki akuntabilitas dalam penyetoran.
Aksi damai yang berubah menjadi pernyataan politik dan sosial ini menandai kegelisahan mendalam warga terhadap tata kelola pemerintahan tingkat kelurahan dan pengelolaan fasilitas publik.
“Jika tuntutan ini diabaikan, kami siap turun dengan massa lebih besar,” tegas Ikram Muhammad di akhir pernyataannya. (Syahril/red)