DISLEKSIA SEBAGAI PENYEBAB KESULITAN BELAJAR PADA AΝΑΚ

Penulis : Dr. Arini Zahrotun Nasichah, S.Pd, M.Pd (Dosen Pendidikan Biologi FKIP Universitas Khairun)

Disleksia adalah gangguan belajar yang memengaruhi kemampuan seseorang dalam membaca, mengeja, dan menulis. Disleksia ditandai dengan kesulitan membaca di bawah tingkat yang diharapkan untuk usia seseorang. Beberapa orang terpengaruh dengan tingkat yang berbeda. Masalahnya dapat mencakup kesulitan mengeja kata-kata, membaca dengan cepat, menulis kata- kata, “mengucapkan” kata-kata dalam pikiran, mengucapkan kata-kata saat membaca dengan keras, dan memahami apa yang dibaca. Biasanya, kesulitan ini pertama kali terlihat di sekolah. Kesulitan tersebut bersifat tidak sadar, dan orang dengan gangguan ini memiliki keinginan normal untuk belajar. Orang dengan disleksia memiliki tingkat ADHD, gangguan perkembangan bahasa, dan kesulitan dengan angka yang lebih tinggi.

Dalam banyak kasus, disleksia dapat diwariskan dalam keluarga. Meskipun tidak ada obat langsung untuk masalah ini, tetapi pendekatan terapi yang tepat dapat membantu mengurangi gejalanya. Terapi yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca seringkali efektif. Disleksia bukanlah kelumpuhan belajar, tetapi perbedaan dalam cara belajar. Individu dengan disleksia secara umum tidak memiliki keterbatasan kecerdasan, tetapi mereka memproses kata-kata dengan cara yang sulit dipahami dan diingat, sebagian karena huruf-hurufnya mungkin terlihat berantakan.

Disleksia adalah gangguan belajar yang memengaruhi kemampuan seseorang dalam membaca, mengeja, dan menulis. Dalam ilmu kedokteran dan biologi, kajian disleksia fokus pada pemahaman kondisi ini dari sudut pandang neurobiologis, genetika, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangannya. Berikut adalah beberapa aspek kajian disleksia dalam ilmu kedokteran dan biologi:

  1. Aspek Neurobiologis: Penelitian neurobiologis menyelidiki bagaimana otak individu dengan disleksia memproses informasi bahasa tertulis. Studi neuroimaging, seperti MRI fungsional, telah membantu dalam mengidentifikasi perbedaan struktural dan fungsional dalam otak individu disleksia yang dapat memengaruhi kemampuan membaca dan mengeja.
  2. Aspek Genetika: Kajian genetika disleksia bertujuan untuk mengidentifikasi faktor genetik yang berkontribusi pada risiko mengembangkan gangguan ini. Penelitian genetika menunjukkan adanya komponen genetik yang signifikan dalam disleksia, dengan beberapa gen yang terlibat dalam perkembangan kemampuan membaca.
  3. Aspek Lingkungan: Selain faktor genetik, kajian disleksia juga memperhatikan faktor lingkungan yang dapat memengaruhi perkembangan gangguan ini. Faktor lingkungan seperti stimulasi awal membaca, akses ke literasi, dan kualitas pendidikan dapat berperan dalam mencegah atau mengurangi risiko disleksia.
  4. Pengembangan Terapi: Kajian dalam ilmu kedokteran dan biologi juga berfokus pada pengembangan terapi dan intervensi yang efektif untuk membantu individu dengan disleksia. Terapi kognitif, terapi membaca, dan pendekatan multimodal adalah beberapa pendekatan terapi yang diperhatikan dalam penelitian ini.
  5. Pendekatan Multidisiplin: Kajian disleksia dalam ilmu kedokteran dan biologi mendorong pendekatan yang multidisiplin, melibatkan ahli neurologi, psikologi, genetika, pendidikan khusus, danterapi wicara. Kolaborasi lintas disiplin ini penting untuk memahami dan menangani gangguan ini secara komprehensif.

Melalui kajian dalam ilmu kedokteran dan biologi, diharapkan pemahaman tentang disleksia akan terus berkembang, memberikan wawasan yang lebih dalam tentang gejala, penyebab, dan pengobatan gangguan ini untuk meningkatkan kualitas hidup individu yang terkena disleksia.

Bagaimana Peran Orang Tua yang memiliki anak disleksia?

Orang tua memainkan peran krusial dalam mendukung anak dengan disleksia. Berikut adalah beberapa peran yang dapat dimainkan oleh orang tua untuk membantu anak disleksia:

  1. Pendukung Utama: Orang tua harus menjadi pendukung utama bagi anak disleksia. Mereka perlu memberikan dukungan emosional dan moral yang kuat, menunjukkan bahwa mereka peduli dan percaya pada kemampuan anak.
  2. Mengenali Kebutuhan: Orang tua harus memahami kebutuhan khusus anak disleksia. Ini meliputi memahami jenis kesulitan yang dihadapi anak dan menyesuaikan pendekatan belajar sesuai dengan kebutuhan mereka.
  3. Kolaborasi dengan Sekolah: Orang tua harus aktif berkolaborasi dengan sekolah untuk memastikan bahwa anak mendapatkan dukungan dan layanan yang diperlukan. Mereka dapat berkomunikasi dengan guru, spesialis pendidikan khusus, dan staf sekolah lainnya untuk menentukan strategi terbaik.
  4. Mendorong Kepercayaan Diri: Orang tua dapat membantu membangun kepercayaan diri anak disleksia dengan memberikan pujian dan dorongan positif. Mereka harus fokus pada keberhasilan anak dan memotivasi mereka untuk terus berusaha.
  5. Menggunakan Metode Pembelajaran yang Sesuai: Orang tua dapat membantu anak disleksia dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai, seperti membaca dengan anak, menerapkan teknik pengingatan visual, dan menggunakan alat bantu belajar yang sesuai.
  6. Membuat Lingkungan Dukungan: Orang tua dapat menciptakan lingkungan belajar yang positif dirumah dengan menghilangkan gangguan, memberikan waktu dan tempat yang tenang untuk belajar, serta mendorong rutinitas belajar yang konsisten.
  7. Pentingnya Kesabaran: Orang tua harus bersabar dan memahami bahwa proses belajar anak disleksia mungkin memerlukan waktu lebih lama. Mereka harus siap memberikan dukungan dan bimbingan ekstra saat diperlukan.

Dengan peran dan dukungan yang tepat dari orang tua, anak disleksia dapat mengatasi hambatan belajarnya dan mencapai potensi penuhnya.

Peran Guru Dan Sekolah Bagi Siswa Disleksia

Peran guru dan sekolah sangat penting dalam menghadapi anak disleksia. Berikut adalah beberapa alasan mengapa peran guru dan sekolah sangat vital dalam membantu anak disleksia:

  1. Deteksi Dini: Guru seringkali menjadi orang pertama yang mengidentifikasi tanda-tanda disleksia pada anak. Dengan deteksi dini, guru dapat memberikan intervensi yang tepat waktu untuk membantu anak mengatasi kesulitan belajarnya.
  2. Pembelajaran yang Dapat Disesuaikan: Guru perlu menerapkan metode pembelajaran yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan anak disleksia. Hal ini termasuk menggunakan teknik pembelajaran multi-sensori, memberikan bahan bacaan yang sesuai, dan memberikan dukungan ekstra sesuai dengan kebutuhan individual anak.
  3. Dukungan Emosional: Guru dan sekolah perlu memberikan dukungan emosional kepada anak disleksia. Mereka harus menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan mendukung, membangun kepercayaan diri anak, dan menghilangkan rasa malu atau stigmatisasi yang mungkin dirasakan anak.
  4. Pelatihan dan Pendidikan Guru: Guru perlu menerima pelatihan khusus tentang cara menghadapi anak disleksia. Pelatihan ini mencakup pemahaman mendalam tentang disleksia, strategi pengajaran yang efektif, dan cara memberikan dukungan yang tepat kepada anak.
  5. Kolaborasi dengan Orang Tua: Guru dan sekolah harus berkolaborasi dengan orang tua anak disleksia. Komunikasi terbuka dan kerja sama antara guru, sekolah, dan orang tua sangat penting untuk memastikan bahwa anak mendapatkan dukungan penuh di sekolah dan di rumah.
  6. Penyediaan Layanan Dukungan: Sekolah perlu menyediakan layanan dukungan tambahan, seperti bimbingan belajar, dukungan konseling, atau layanan pendidikan khusus bagi anak disleksia. Hal ini dapat membantu anak mengatasi kesulitan belajarnya dan mencapai potensi penuhnya.
  1. Mengurangi Stigma: Guru dan sekolah dapat membantu mengurangi stigma seputar disleksia dengan memberikan pemahaman yang lebih luas kepada siswa, guru, dan staf sekolah lainnya. Hal ini dapat menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung bagi anak disleksia.

Dengan peran yang kuat dan dukungan yang adekuat dari guru dan sekolah, anak disleksia dapat mengatasi tantangan belajarnya dan berkembang secara positif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *