Berita  

JAM-Pidum Setujui 6 Permohonan Keadilan Restoratif, Kasus Penadahan di Konawe Salah Satunya

Jakarta, TeropongMalut – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana menyetujui enam permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) dalam ekspose virtual yang digelar hari ini. Salah satu perkara yang disetujui adalah kasus penadahan yang terjadi di Konawe, Sulawesi Tenggara pada Senin, 21 Oktober 2024.

Tersangka Fahrid Ramadhan alias Fahrid bin Niko dari Kejaksaan Negeri Konawe disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.

Perkara bermula pada 12 Mei 2024, saat Fahrid membeli sepeda motor Yamaha Vega RR warna hitam milik korban, Tarsan alias Mono, yang sebelumnya telah hilang akibat kejahatan.

Korban kemudian mengetahui bahwa ipar tersangka menawarkan motor yang mirip miliknya di grup WhatsApp tempat kerjanya. Setelah bertemu dengan Fahrid, korban menyadari bahwa motor miliknya telah dijual oleh tersangka.

Kepala Kejaksaan Negeri Konawe, Dr. Musafir, S.H., S.P.d., M.H., dan Kasi Pidum, Tubagus Ankie, S.H., M.H., menginisiasi penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.

Dalam proses perdamaian, tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya, meminta maaf kepada korban, dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya. Korban menerima permintaan maaf tersangka dan meminta agar proses hukum yang dijalani tersangka dihentikan.

Kesepakatan perdamaian ini kemudian diajukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, Dr. Hendro Dewanto, S.H., M.Hum., yang menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Permohonan ini kemudian diajukan kepada JAM-Pidum dan disetujui dalam ekspose Restorative Justice pada 21 Oktober 2024.

Selain kasus penadahan di Konawe, JAM-Pidum juga menyetujui lima perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif. Kelima perkara tersebut melibatkan tersangka dari Kejaksaan Negeri Muna dan Kejaksaan Negeri Alor, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan karena telah terlaksana proses perdamaian, tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari lima tahun, dan proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah mufakat.

JAM-Pidum meminta para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *