Jakarta-Teropong Malut. Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 5 (lima) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa 5 November 2024.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Mu’arifatun Nisa alias Nisa binti Sutaji dari Kejaksaan Negeri Kendari, yang disangka melanggar Pasal 36 jo. Pasal 23 Ayat (2), Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Kronologi perkara bermula pada tanggal 17 Mei 2023 terjadi perikatan fidusia antara Tersangka Mu’arifatun Nisa alias Nisa binti Sutaji dengan saksi Achmad Sobari selaku Brench Operation Head PT BCA Finance Cabang Kendari berdasarkan Surat Perjanjian Pembiayaan Konsumen dengan Nomor Kontrak : 1251002389-PK- 001 Tanggal 17 Mei 2023 antara pemberi kredit PT BCA Finance dan penerima kredit atas nama MUARIFATUN NISA yang di dalamnya tercantum nilai objek sebesar Rp112.192.292 (seratus dua belas juta seratus sembilan puluh dua ribu dua ratus sembilan puluh dua rupiah) dengan angsuran bulanan sebesar Rp2.781.500 (dua juta tujuh ratus delapan puluh satu ribu lima ratus rupiah) selama 60 (enam puluh kali) angsuran atau 5 (lima) tahun.
Kemudian di dalam perjanjian tercantum data kendaraan yang dibiayai secara kredit yaitu berupa 1 (satu) unit mobil Daihatsu Sigra dengan Nomor Polisi DT 1157 FA nomor rangka: MHKS6DJ2JKJ026169 nomor mesin: 1KRA533112, selanjutnya suami Tersangka yang bernama Febrianto (Daftar Pencarian Orang) pada bulan Juli 2023 melakukan takeover kendaraan berupa 1 (satu) unit mobil Daihatsu Sigra dengan Nomor Polisi DT 1157 FA nomor rangka: MHKS6DJ2JKJ026169 nomor mesin: 1KRA533112 tersebut sebesar Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) kepada saksi Albar Azis tanpa sepengetahuan dari penerima fidusia PT BCA Finance.
Kemudian saksi Albar Azis melakukan takeover lagi mobil Daihatsu Sigra Nomor Polisi DT 1157 FA tersebut sebesar Rp16.000.000,- (enam belas juta rupiah) kepada seseorang yang tidak dikenalnya yang mengakibatkan kendaraan berupa 1 (satu) unit mobil Daihatsu Sigra dengan Nomor Polisi DT 1157 FA nomor rangka: MHKS6DJ2JKJ026169 nomor mesin: 1KRA533112 tersebut sudah tidak diketahui lagi keberadaannya.
Atas kejadian tersebut PT BCA Finance mengalami kerugian sebesar Rp155.760.304 (seratus lima puluh lima juta tujuh ratus enam puluh ribu tiga ratus empat rupiah) melaporkan ke Polda Sulawesi Tenggara untuk diproses lebih lanjut.
Terkait dengan kerugian yang dialami oleh pihak BCA Finance Kendari, Tersangka telah mengembalikan seluruh kerugian sebesar Rp155.760.304 (seratus lima puluh lima juta tujuh ratus enam puluh ribu tiga ratus empat rupiah).
Selanjutnya Tersangka melaporkan suaminya karena telah melakukan takeover kendaraan berupa 1 (satu) unit mobil Daihatsu Sigra dengan nomor polisi: DT 1157 FA nomor rangka: MHKS6DJ2JKJ026169 nomor mesin: 1KRA533112, akan tetapi sampai saat ini suami Tersangka yang bernama Febrianto belum ditemukan dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Kendari Ronal Hasiholan Bakara, S.H., M.H. dan Kasi Pidum Adnan Sulistiyono, S.H. serta Jaksa Fasilitator Fadly Alamsyah Safaa, S.H.,M.H menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban, terlebih pihak Tersangka juga telah mengembalikan kerugian yang dialami oleh korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Kendari mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara Dr. Hendro Dewanto, S.H., M.Hum. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa,5 November 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 4 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu:
- Terangka Iksan bin Zumardin Kejaksaan Negeri Bombana, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Muh. Yusril Irsan alias Yusril bin Sudirman dari Kejaksaan Negeri Bombana, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
- Tersangka Sisi Chaerunisa Oktaviani binti Sofian Abdul Kadir dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiyaan.
- Tersangka Sertina anak dari Marten Tangi bin Dese dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
A. Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
B. Tersangka belum pernah dihukum;
C. Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
D. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
F. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
G. Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
H. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
I. Pertimbangan sosiologis;
J. Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.
(Wan)