Jembatan Harapan: Mungkinkah Terbangun di Atas Sumber Daya yang Terkuras?

Oleh : Zulfidar

Editor : Odhe

Pembangunan jembatan penghubung Sofifi–Tidore–Ternate telah lama menjadi impian kolektif masyarakat Maluku Utara. Infrastruktur ini bukan sekadar penghubung fisik antarwilayah, tetapi simbol kemajuan, konektivitas, dan pemerataan pembangunan. Namun, pertanyaan kritis yang patut diajukan adalah: mungkinkah jembatan ini terwujud jika hasil alam Halmahera terus-menerus dikuras oleh investor asing tanpa kontribusi signifikan terhadap pembangunan lokal?

Halmahera, terutama wilayah Tengah dan Timur, menyimpan kekayaan tambang dan sumber daya alam strategis. Namun, dominasi korporasi asing dalam pengelolaan kekayaan ini kerap menimbulkan ironi: daerah kaya sumber daya tetap tertinggal dalam infrastruktur dasar. Dana hasil eksploitasi lebih banyak mengalir ke luar daerah bahkan luar negeri, sementara akses jalan, listrik, air bersih, dan transportasi antarwilayah masih menjadi tantangan harian bagi masyarakat lokal.

Jembatan penghubung Sofifi–Tidore–Ternate membutuhkan keberpihakan politik, kejelasan pendanaan, dan keberanian merombak pola investasi. Pemerintah daerah dan pusat seharusnya mampu menegosiasikan kembali peran investor asing: bukan hanya sebagai penguras sumber daya, tapi sebagai mitra pembangunan yang adil dan berkontribusi nyata terhadap infrastruktur strategis daerah.

Jika tidak ada perubahan paradigma dalam tata kelola sumber daya alam, maka mimpi tentang jembatan lintas laut ini akan tetap menjadi wacana musiman yang muncul menjelang pilkada atau pemilu. Kita tidak kekurangan sumber daya—yang kita kekurangan adalah keberanian untuk menuntut keadilan dari hasil bumi sendiri.

Akhirnya, pertanyaannya bukan sekadar “apakah jembatan itu mungkin?” Tapi lebih tajam: “mau sampai kapan kita biarkan sumber daya kita jadi jembatan emas bagi orang lain, sementara kita hanya bisa menonton dari tepi?” ****

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *