Kadis PUPR Halteng Bantah Keras Fitnah Proyek Fiktif. “Tuduhan Ngawur, Semua Terbukti di Lapangan dan Diaudit BPK”

HALTENG ~ Kepala Dinas PUPR Pemda Halteng, Arief Jalaludin tegaskan laporan LPP Tipikor Malut soal proyek fiktif hanyalah tudingan tanpa bukti. Pihak penyebar berita bohong diingatkan bisa terjerat pidana dan sanksi etik pers sesuai UU ITE, KUHP, dan UU Pers.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Halmahera Tengah, Ir. Hi. Arief Jalaludin, menepis keras tudingan adanya proyek fiktif dan mark-up anggaran pada sejumlah kegiatan jalan. Ia menyebut pernyataan Ketua LPP Tipikor Maluku Utara, Fandi Rizky Ashari, sebagai fitnah publik yang menyesatkan dan tidak berbasis fakta.

“Pernyataan itu ngawur. Yang disebut pekerjaan fiktif berarti tidak ada kegiatan, tapi pembayaran dilakukan. Faktanya, semua pekerjaan kami berjalan dan terealisasi di lapangan,” tegas Arief dalam konferensi pers di ruang rapat Bukit Loiteglas, Weda, Senin siang (27/10/2025).

Menurutnya, seluruh proyek yang dituding bermasalah telah melalui audit resmi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Maluku Utara, dengan hasil transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. “Audit BPK sudah tuntas.

Ada rekomendasi denda keterlambatan, dan semuanya sudah kami tindak lanjuti sesuai aturan. Tidak ada satu pun proyek fiktif, apalagi mark-up,” tegasnya.

Berdasarkan data resmi Dinas PUPR Halteng, seluruh kegiatan strategis yang dituding bermasalah justru telah dinyatakan selesai 100% secara fisik dan 95% secara keuangan, antara lain:

  1. Preservasi Jalan Dalam Kota Weda – Nilai kontrak Rp8,484 miliar (CV. Balap Garda Perjuangan), denda Rp101 juta (sudah dipulihkan).
  2. Preservasi Jalan Hotmix Dalam Kota Weda – Nilai kontrak Rp19,839 miliar (PT. Liberty Citra Cakrawala), denda Rp17 juta (sudah dipulihkan).
  3. Peningkatan Jalan ke–Hotmix Dalam Kota Weda – Nilai kontrak Rp14,9 miliar (PT. JJWOOD), denda Rp38 juta (sudah dipulihkan).
  4. Peningkatan Jalan Hotmix Halteng Wilayah 2 – Nilai kontrak Rp29,692 miliar (PT. Garuda Satria Langit), progres fisik 50% dan keuangan 30% (on progress).

“Kalau disebut mark-up, harus jelas buktinya. Tidak mungkin harga Rp1.000 kami anggarkan Rp10.000 tanpa mekanisme verifikasi dari lembaga teknis dan audit BPK. Tudingan seperti itu tidak hanya keliru, tapi juga berpotensi melanggar hukum,” ujar Arief.

Penegasan Sikap dan Dasar Hukum:

Arief meminta seluruh pihak, termasuk lembaga swadaya masyarakat maupun media, tidak sembarangan melempar tuduhan tanpa dasar, karena hal itu bisa menyesatkan publik dan merusak nama baik ASN yang bekerja profesional di lapangan.

“Silakan kritik kami, tapi pakai data, bukan asumsi. Kami terbuka dan siap diperiksa kapan pun,” pungkasnya.

Terkait penyebaran berita bohong, Arief mengingatkan bahwa media atau individu yang menyebarkan hoaks dapat dijerat hukum sesuai ketentuan yang berlaku:

  • UU ITE Pasal 28 ayat (2): Penyebar berita bohong yang menyesatkan dapat dipidana penjara hingga 6 tahun dan/atau denda Rp1 miliar.
  • KUHP Pasal 263: Menyebarkan berita bohong yang menimbulkan keresahan publik dapat dipidana penjara hingga 6 tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
  • UU Pers No. 40 Tahun 1999 Pasal 18 ayat (2): Perusahaan pers dapat dikenai denda hingga Rp500 juta bila melanggar ketentuan pemberitaan.

Selain sanksi hukum, media yang menyebarkan hoaks wajib meralat dan meminta maaf secara terbuka, sesuai Kode Etik Jurnalistik dan ketentuan Dewan Pers.

“Pers itu alat pencerdasan publik, bukan senjata untuk memfitnah. Bila ada media yang menulis tanpa data dan merusak nama baik Instansi, maka itu bukan kerja jurnalistik, itu tindak pidana. Dan kami selaku anak daerah sangat tidak mungkin melakukan perbuatan konyol seperti itu, siapa yang menginginkan dirinya masuk dalam jeruji besi,” tegas Arief menutup pernyataannya. (Odhe/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *