Kasus Kekerasan Anak di Ternate, Syaiful Ajwar SH.MM Serukan Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu

Ternate, Maluku Utara – Kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur kembali mencuat, kali ini melibatkan seorang anggota kepolisian yang diduga melakukan kekerasan terhadap anak kandungnya sendiri, yang dikenal dengan inisial An. Kasus ini menarik perhatian publik setelah adanya pelaporan oleh Nurlela T. Muhammad beberapa minggu yang lalu, yang disertai dengan penerbitan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Polsek Selatan Kalumata.

Namun, hingga saat ini, pelaku masih belum ditangkap, meskipun tindakan kekerasan tersebut jelas melanggar hukum dan kode etik kepolisian. Polda Maluku Utara, terutama Propam, yang seharusnya menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan kode etik, diduga membiarkan pelaku bebas tanpa tindakan hukum yang tegas.

Pengacara ternama di Ternate, Syaiful Ajwar SH.MM, angkat bicara terkait kasus ini. Ia menegaskan pentingnya perlindungan anak, terutama yang diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. “Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, yang merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, dengan tegas mengatur tentang perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan. Undang-undang ini berlaku bagi semua anak di Indonesia, termasuk yang masih dalam kandungan hingga mereka mencapai usia 18 tahun,” jelasnya.

Syaiful menambahkan bahwa perlindungan khusus bagi anak diatur secara rinci dari Pasal 59 hingga Pasal 71B, yang menekankan bahwa negara memiliki komitmen penuh untuk melindungi anak dari ancaman dan kekerasan. “Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian terhadap anak kandungnya sendiri bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap etika dan tanggung jawab sebagai penegak hukum,” tegasnya.

Menurut Syaiful, polisi yang seharusnya menjadi pelindung masyarakat, harus memberikan contoh yang baik dengan mematuhi hukum dan melindungi keluarganya sendiri. “Setiap dugaan kekerasan, terutama yang melibatkan anak, harus segera ditindaklanjuti oleh pihak berwenang. Tidak ada alasan untuk membiarkan pelaku bebas di luar hukum hanya karena ia adalah seorang aparat,” tambahnya.

Ia juga mengingatkan bahwa kekerasan terhadap anak tidak hanya berdampak pada fisik, tetapi juga meninggalkan luka psikologis dan emosional yang mendalam. “Anak-anak adalah kelompok yang paling rentan, dan mereka berhak mendapatkan perlindungan penuh dari segala bentuk kekerasan. Masyarakat dan lembaga hukum harus bekerja sama untuk memastikan bahwa kasus seperti ini ditangani dengan serius dan tuntas,” ujarnya.

Kasus ini, menurut Syaiful, harus menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih tegas dalam menegakkan hukum tanpa pandang bulu, termasuk terhadap anggota kepolisian yang melanggar. Keberanian masyarakat dalam melaporkan kasus kekerasan dan keterlibatan aktif dalam penegakan hukum adalah kunci untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. (Wan)

IMG-20250531-WA0007(1)
IMG-20250603-WA0038
IMG-20250608-WA0014
previous arrow
next arrow
IMG-20250530-WA0000(1)
IMG-20250604-WA0024(1)
Ucapan Nataru_20250606_121307_0000
previous arrow
next arrow
IMG-20250604-WA0023
IMG-20250604-WA0049
previous arrow
next arrow

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *