Jakarta, TeropongMalut – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose virtual pada Selasa (18/3/2025) dan menyetujui 12 permohonan penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif (Restorative Justice).
Salah satu kasus yang disetujui adalah kasus penggelapan di Kalimantan Utara yang melibatkan terdakwa Thomas Gildus Feka alias Tomi, korban Margareta binti Atong dan Alpius anak Mulung (alm), dan barang bukti berupa sepeda motor Honda Revo milik Alpius yang digelapkan Tomi.
Kasus ini bermula dari Tomi, karyawan bengkel milik Margareta, yang meminjam sepeda motor Alpius dengan alasan mengantar teman, namun kemudian menggunakannya untuk keperluan pribadi dan tidak mengembalikannya.
Kepala Kejaksaan Negeri Malinau, I Wayan Oja Miasta, S.H., M.H., menginisiasi penyelesaian melalui keadilan restoratif. Tomi mengakui kesalahannya, meminta maaf, dan kedua korban meminta penghentian proses hukum.
Selain kasus penggelapan, 11 perkara lain disetujui untuk diselesaikan melalui keadilan restoratif, meliputi kasus penganiayaan (Pasal 351 KUHP), pencurian (Pasal 362 dan 363 KUHP), dan penadahan (Pasal 480 KUHP). Persetujuan didasarkan pada beberapa faktor, antara lain: permintaan maaf terdakwa dan korban, terdakwa sebagai pelaku pertama kali dengan ancaman hukuman di bawah 5 tahun, janji terdakwa untuk tidak mengulangi perbuatannya, perdamaian yang sukarela, kesepakatan untuk tidak melanjutkan ke persidangan, pertimbangan sosiologis, dan respon positif masyarakat.
Dasar hukum penyelesaian ini adalah Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022. JAM-Pidum menekankan pentingnya keadilan restoratif sebagai solusi efektif dalam menyelesaikan konflik dan mengembalikan harmoni masyarakat. (TS)