Jakarta, TeropongMalut – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui lima permohonan penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice (RJ) atau keadilan restoratif. Salah satu kasus yang menarik perhatian adalah kasus pencurian yang dilakukan oleh Fadhlul Munawar bin M. Saleh di Pidie, Aceh.
Fadhlul Munawar, warga Gampong Bangkeh, Kecamatan Geumpang, diduga mencoba mencuri sepeda motor Yamaha RX-King pada 14 Desember 2024. Ia melihat kunci sepeda motor lain tertinggal di sebuah dinding dan mencoba menggunakannya untuk menghidupkan sepeda motor target. Upayanya gagal, dan ia meninggalkan kunci tersebut di lokasi kejadian. Warga kemudian mengamankannya dan menyerahkannya ke pihak kepolisian.
Kepala Cabang Kejaksaan Negeri Pidie di Kota Bakti, Yudha Utama Putra, S.H., menginisiasi penyelesaian kasus ini melalui RJ. Setelah proses perdamaian yang melibatkan tersangka dan korban, tercapai kesepakatan. Fadhlul Munawar mengakui kesalahannya, meminta maaf, dan korban menerima permintaan maaf tersebut, terlebih lagi karena tidak ada kerugian materiil yang diderita korban. Korban juga meminta agar proses hukum dihentikan.
Permohonan penghentian penuntutan berdasarkan RJ diajukan ke Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh dan disetujui, kemudian diajukan ke JAM-Pidum dan akhirnya disetujui. Selain kasus di Aceh, JAM-Pidum juga menyetujui empat permohonan RJ lainnya yang melibatkan berbagai jenis pelanggaran, termasuk pencurian, penganiayaan, penipuan/penggelapan, dan penghinaan di berbagai wilayah Indonesia.
Penghentian penuntutan ini didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain: proses perdamaian yang telah terlaksana, tersangka belum pernah dihukum dan baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah lima tahun, janji tersangka untuk tidak mengulangi perbuatannya, proses perdamaian yang dilakukan secara sukarela, kesepakatan bersama untuk menghentikan proses hukum, pertimbangan sosiologis, dan respon positif dari masyarakat.
JAM-Pidum menekankan pentingnya penerbitan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasarkan Perjak Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022. Hal ini untuk memastikan kepastian hukum dalam penerapan RJ. (TS)