TERNATE, Teropongmalut.com – Skandal besar terkuak di Maluku Utara! Peredaran kayu olahan tanpa dokumen resmi di Kota Ternate dan Tidore Kepulauan diduga dibiarkan begitu saja oleh oknum-oknum petugas Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Bukannya melindungi hutan dan negara, mereka justru diduga menjadi dalang di balik kerugian negara yang mencapai Rp 20,5 miliar per tahun ini!
Sumber internal di Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Utara yang enggan disebutkan namanya membongkar praktik kotor ini. Ia mengungkapkan bahwa KPH, yang seharusnya bertugas menindak para pengusaha nakal yang mengedarkan kayu olahan tanpa Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu, Kayu Olahan (SK SHHKO), justru diduga terlibat dalam sindikat ilegal ini.
“Per kubik kayu olahan jenis kayu campuran seharusnya dibayar PSDH sebesar Rp 300.000 dan Dana Reboisasi (DR) sekitar Rp 270.600. Dengan estimasi kayu tak berdokumen yang beredar di Ternate dan Tidore sekitar 3.000 kubik per bulan, negara dirugikan Rp 1,7 miliar per bulan atau Rp 20,5 miliar per tahun,” terangnya dengan nada geram.
Lebih mengejutkan lagi, ia mengungkapkan bahwa ini baru perkiraan kerugian di Kota Ternate dan Tidore. Potensi kerugian di kabupaten lain seperti Halmahera Timur, Halmahera Tengah, Halmahera Barat, Halmahera Utara, Halmahera Selatan, dan lainnya di Maluku Utara, diperkirakan jauh lebih besar lagi.
“Ini adalah kejahatan terorganisir yang merugikan negara secara sistematis! Kami mendesak Kadis Kehutanan Provinsi Maluku Utara untuk segera bertindak tegas dan mengusut tuntas kasus ini. Jika tidak, rakyat akan menganggap bahwa mereka juga terlibat dalam skandal ini,” tegasnya. (Red)