Mafia Kayu Dilindungi? Oknum Dishut dan KPH Maluku Utara Diduga Jadi Tameng Bisnis Ilegal

Penegakan hukum di sektor kehutanan Maluku Utara kian tumpul. Kayu olahan ilegal bebas melintas, sementara hutan perlahan hilang. Publik menuntut ketegasan aparat dan transparansi penindakan.

TERNATE — Dugaan kuat praktik pembiaran dan keterlibatan oknum aparat Dinas Kehutanan (Dishut) serta Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Maluku Utara kembali mencuat. Di wilayah Gane Timur dan Halmahera Tengah, aktivitas pengangkutan kayu olahan tanpa dokumen resmi kian marak, berjalan lancar tanpa hambatan, bahkan diduga mendapat “restu” dari pihak berwenang.

Penelusuran awak media menemukan adanya pola kerja sistematis antara para pelaku dan oknum aparat lapangan. Modusnya, para pengusaha kayu mengklaim memiliki dokumen sah, padahal izin tersebut diduga hasil manipulasi administrasi. Keuntungan hasil penjualan kayu olahan dibagi ke beberapa pihak, membentuk mata rantai mafia hutan yang sulit diputus.

“Selalu lolos setiap kali operasi digelar. Ini bukan tanpa sebab, ada yang melindungi,” ujar salah satu sumber internal yang enggan disebut namanya.

Akibatnya, hutan di wilayah selatan Halmahera kini mengalami degradasi parah. Penebangan liar berjalan tanpa kontrol, sementara masyarakat sekitar mulai merasakan dampak lingkungan berupa erosi, kebanjiran, dan menurunnya hasil hutan rakyat.

Ironisnya, meski bukti-bukti kuat beredar luas, penegakan hukum justru tumpul. Pihak berwenang terkesan abai, sementara instansi kehutanan daerah saling lempar tanggung jawab.

Padahal, regulasi terkait pengelolaan dan penertiban hasil hutan sudah sangat jelas. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, setiap bentuk kegiatan pengangkutan, pengolahan, atau perdagangan kayu tanpa dokumen resmi merupakan tindak pidana kehutanan yang dapat diancam hukuman hingga 10 tahun penjara dan denda miliaran rupiah.

Selain itu, Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dan Dokumen V-Legal menjadi prasyarat wajib untuk memastikan legalitas kayu olahan di seluruh wilayah Indonesia. Namun di lapangan, sistem ini kerap diakali dengan permainan dokumen fiktif dan perlindungan aparat.

Publik kini menuntut Polda Maluku Utara, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Inspektorat Provinsi turun tangan melakukan audit menyeluruh terhadap seluruh kegiatan KPH dan Dishut di wilayah tersebut.

Jika praktik ini terus dibiarkan, bukan hanya hutan yang musnah, tapi juga marwah penegakan hukum dan kepercayaan publik terhadap negara yang akan ikut hancur. (Tim/Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *