Morotai, TeropongMalut – Proyek pembangunan strategis “Kampung Nelayan Merah Putih” di Desa Sangowo Timur, Kecamatan Morotai Timur, Kabupaten Pulau Morotai, yang dilaksanakan oleh kontraktor BUMN PT Adhi Karya (Persero) Tbk, mendadak menjadi sorotan nasional. Papan proyek resmi yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) secara mencolok tidak mencantumkan nilai anggaran (nilai kontrak), memicu gejolak masyarakat dan memunculkan dugaan kuat adanya upaya penyembunyian dana publik. Minggu (02/11/25)
Penelusuran mendalam menemukan bahwa dari Danantara Indonesia, proyek yang bersumber dari APBN 2025 dengan jangka waktu 114 hari kalender ini memiliki alokasi dana yang fantastis di tengah kritik keras soal transparansi.
Meski PT Adhi Karya bungkam soal nilai kontrak di papan proyek, data internal dan informasi pengadaan KKP menunjukkan bahwa proyek pengembangan Kampung Nelayan di Desa Sangowo Timur ini dialokasikan dana sekitar Rp 26.000.000.000,00 (Dua Puluh Enam Miliar Rupiah). Dana ini merupakan bagian dari Pagu Anggaran total KKP senilai Rp 172 Miliar untuk paket pekerjaan di tiga kabupaten, termasuk Morotai.

Ketiadaan nilai kontrak pada pekerjaan yang diawasi oleh Konsultan Supervisi PT Baruga Bulaeng Indotama ini, dengan cepat dipandang sebagai penghinaan terhadap transparansi dan akuntabilitas.
Masyarakat nelayan setempat menyatakan kekecewaan mendalam. Mereka mempertanyakan integritas perusahaan sekelas BUMN yang gagal memenuhi kewajiban dasar keterbukaan informasi.
“Dana Rp 26 Miliar itu uang rakyat. Kami berhak tahu rinciannya agar bisa mengawasi kualitas tambatan perahu, cold storage, dan pabrik es yang dibangun,” tegas ** menurut salah satu Perwakilan Nelayan setempat yang tidak mau disebutkan namanya “Kalau nilai proyeknya disembunyikan, bagaimana kami bisa percaya pekerjaan ini bebas dari korupsi atau mark-up? PT Adhi Karya telah mencoreng nama BUMN di Morotai!”
Pengacara Oktovianus Leki, S.H., dalam pernyataan langsungnya, menegaskan bahwa kerahasiaan anggaran proyek APBN senilai puluhan miliar ini bukan lagi sekadar kelalaian, melainkan potensi pelanggaran hukum yang serius.
“Penyembunyian nilai proyek yang didanai APBN sebesar Rp 26 Miliar adalah pelanggaran pidana karena secara terang-terangan melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Setiap BUMN seperti PT Adhi Karya harus paham bahwa informasi nilai kontrak adalah informasi yang bersifat terbuka dan wajib diumumkan kepada publik.”
“Saya mendesak KKP selaku Pemilik Proyek, dan Direksi PT Adhi Karya, untuk segera melakukan koreksi dan mencantumkan nilai kontrak tersebut di papan proyek. Jika tidak, KKP wajib memberikan sanksi administratif terberat, dan masyarakat berhak menuntut penegak hukum (Kejaksaan atau KPK) untuk mengusut apakah ada indikasi kerugian negara atau fraud di balik hilangnya angka Rp 26 Miliar tersebut. Transparansi adalah benteng utama melawan korupsi. Proyek tanpa transparansi adalah ‘proyek gelap’ yang harus dihentikan!”
Masyarakat Morotai mendesak Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk, Memberikan teguran keras dan memerintahkan PT Adhi Karya melengkapi papan proyek dalam waktu 1×24 jam. Mengumumkan secara resmi nilai kontrak (bukan hanya pagu) dari pekerjaan Pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih di Desa Sangowo Timur.
Taufik Sibua









