HALTENG, TM.com – Balai Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK Wilayah Ambon didesak untuk lebih jeli dalam mengawasi peredaran kayu di Maluku Utara, terutama ribuan meter kubik kayu olahan yang dipasok ke sebuah perusahaan raksasa di Lelilef, Kecamatan Weda Tengah, Kabupaten Halmahera Tengah.
Informasi yang diperoleh media mengungkapkan adanya indikasi kuat penggunaan dokumen Surat Keterangan Sahnya Hasil Hutan Kayu (SKR) yang diduga tidak sesuai dengan realitas di lapangan. Sejumlah pengusaha kayu dikabarkan menggunakan SKR sebagai tameng legalitas, padahal sumber kayu yang mereka suplai diduga berasal dari luar kawasan hutan hak yang tertera dalam dokumen mereka.
Lebih mencengangkan lagi, laporan menyebut bahwa tidak semua kayu yang masuk ke perusahaan raksasa itu dilengkapi dokumen resmi. Jika benar demikian, ini adalah skandal besar yang mencerminkan lemahnya pengawasan serta celah besar dalam tata kelola kehutanan di Maluku Utara.
Gakkum Balai Ambon harus bertindak tegas! Jika pengusaha mengklaim menggunakan SKR, pertanyaan mendasar yang harus dijawab adalah: sejak kapan ada pengusaha yang menebang kayu dari hutan tanaman sendiri? Realitasnya, kayu olahan yang diperdagangkan selama ini mayoritas berasal dari tebangan alami, bukan hasil budidaya.
Pihak perusahaan pun tidak bisa lepas tangan. Transparansi mereka dipertanyakan karena ada dugaan kuat bahwa sebagian kayu yang masuk ke dalam perusahaan tidak memiliki dokumen sah. Jika penelusuran mendalam dilakukan, bukan mustahil skema peredaran kayu ilegal ini akan terbongkar. (ODHE)