TEROPONGMALUT.COM – Konflik dalam transaksi kayu olahan kembali mencuat di Ternate, melibatkan seorang pengusaha lokal pangkalan kayu, Bu Uma, dan rekan bisnis dari luar daerah, Muhlis. Perselisihan ini bermula dari dugaan wanprestasi dalam pembayaran hasil pengiriman kayu yang telah disepakati kedua belah pihak.
Menurut keterangan Muhlis, dirinya telah mengirim sebanyak 11 meter kubik kayu ke pangkalan Bu Uma, terdiri dari 8 panggal, 119 lembar papan, dan kayu ukuran 5×10. Dari total nilai transaksi, Bu Uma baru melakukan pembayaran uang muka sebesar Rp10 juta, sementara sisa pembayaran sekitar Rp9 juta lebih disebut belum juga dilunasi.
“Ini bukan toko online. Barang sudah diterima dan kesepakatan sudah jelas. Tapi Bu Uma justru menghindari tanggung jawab,” ungkap Muhlis saat dikonfirmasi pada Jumat (20/6/2025).
Alih-alih menyelesaikan kewajiban, Bu Uma disebut mengusulkan pengembalian kayu, sebuah usulan oleh Bu Uma dianggap tidak sesuai dengan etika bisnis yang berlaku. Saat dihubungi melalui WhatsApp, Bu Uma enggan memberikan penjelasan terkait sisa pembayaran, bahkan mempertanyakan keabsahan proses pengiriman dan kualitas barang yang diterima.
Situasi semakin kompleks ketika muncul klaim bahwa sebagian besar kayu yang dikirim dinilai tidak sesuai spesifikasi. Dari total 542 potong kayu, hanya sekitar 113 potong yang dinilai layak oleh pihak pembeli, sementara sisanya dianggap “afkir”. Di sisi lain, penjual menyatakan bahwa pemilihan kayu telah dilakukan langsung oleh pembeli di lokasi, sehingga tanggung jawab sepenuhnya berpindah tangan.
Ketegangan antara kedua pihak kian meningkat setelah muncul ancaman laporan ke pihak kepolisian, termasuk ke Unit Kriminal Khusus, terkait dugaan penipuan dan pemaksaan distribusi kayu berkualitas rendah.
Kasus ini kembali menyoroti lemahnya sistem pengawasan dan tata kelola dalam perdagangan bahan bangunan di daerah, serta pentingnya kejelasan kesepakatan dan dokumentasi dalam setiap transaksi bisnis. (Odhe/Red)










