Setiap Penduduk di Maluku Utara memiliki kelas pendapatan yang nyaris merata

Ternate-TeropongMalut.com, Badan Pusat Statestik (BPS) Maluku Utara merilis Gini Ratio 0,31, konsep pengukuran gini Ratio jika angkanya menjauh dari 1 maka ketimpangan makin kecil, pada bulan November 2023 gini Ratio sebesar 0,41 turun menjadi 0,31 artinya tingkat ketimpangan pendapatan membaik, setiap penduduk yang bermukim di Maluku Utara memiliki kelas pendapatan yang nyaris merata. Demikian dikemukakan Dosen Ekonomi UNKHAIR Mohtar Adam pada TeropongMalut.com Selasa 21 Januari 2025.

Sisi lain BPS juga merilis angka kemiskinan pada bulan September 2023 sebesar 79,69 ribu jiwa atau turun dari 82,45 ribu jiwa, penurunan angka kemiskinan dengan angka garis kemiskinan sebesar 604.304 per kapita per bulan, kata Mohtar Adam, telah mencatatkan 79,69 penduduk yang berpendapatan dibawah 604.304 perkapita perbulan, mayoritas penduduk berpendapatan dibawah garis kemiskinan adalah masyarakat pedesaan dan bermukim di 57 pulau kecil yang di kategorikan sebagai pulau miskin.

Menurut Mohtar Adam, Perlu didalami data yang diterbitkan oleh BPS atas membaiknya Gini Ratio dan angka kemiskinan yang memberi trend membaik bagi pembangunan Maluku Utara.

Penelusuran kegiatan ekonomi di Maluku Utara atas efek membaiknya Gini Ratio, Angka Kemiskinan, dan Nilai Tukar Petani (NTP) dapat dijelaskan pada beberapa fenomena menarik yaitu :
1. Kegiatan Produksi PT Niko di Halmahera Utara yang membeli buah kelapa di pasar mencapai 1.700-1.800 per butir, harga buah kelapa per butir berdampak pada pergerakan harga kopra dari 7.500 per kilogram melonjak hingga 14.000 per kilogram, pergerakan harga kopra di pengaruhi oleh pembelian buah kelapa per butir oleh PT Niko sangat signifikan, karena untuk memproduksi 1 kilogram kopra membutuhkan 7 buah kelapa jika di jual perbutir petani akan mendapatkan pendapatan 12.600 perkilo, jika di proses menjadi kopra membutuhkan biaya produksi sebesar Rp.4.500 per kilogram, sehingga di konfersikan dalam 1 ton membutuhkan 6.000 buah kelapa dalam 1 ton, jika dijual butir pendapatan petani 10.800.000/ton biaya panjat per pohon Rp. 6.000, jumlah kelapa 200 pohon biaya panjat dan pengumpulan 1.500.000/ton pendapatan bersih petani Rp. 9 juta per ton, di bandingkan dengan biaya produksi kopra per ton 4.500 harga jual 14.000 per kilogram petani kopra mendapatkan penghasilan Rp. 9.500.000 sehingga selisih 500.000/tong bagi petani kopra akan merugi di banding penjualan butir kelapa, fenomena inilah yang mengairahkan petani kelapa di Halmahera Utara yang dikenal sebagai lumbung kelapa, pada masa pemerintahan Hein Namotemo mau membuat Kabupaten Kelapa di Halut.
2. Petani hortikultura yang melakukan penanaman di lahan pertanian masih mendominasi pasar lokal, contoh sederhana komoditi tomat dengan kebutuhan konsumsi per bulan di Halut mencapai 6 ton, petani Halut telah mampu mengatasi kebutuhan pasar, namun sering terganggu dengan supplay dari Manado, yang membuat harga tomat anjlok sampai 3.000 /kilogram, sementara kelayakan komoditi tomat pada rata2 harga 6.000/kilogram petani sudah mendapatkan hasil yang mengembirakan bagi usaha tani dengan biaya produksi dan hasil yang dicapai pada jangka waktu tanam 4-5 bulan masa tanam dan panen.

Dua fenomena menarik ini, di perankan oleh petani dan industri kopra, walau Maluku Utara di kenal dengan industri tambang namun konstribusi industri tambang bagi petani Maluku Utara masih sangat kecil, problem dari fenomena ini menarik untuk di dalami dampak multiplayer efek tambang terhadap kesejahteraan petani di Maluku Utara.

Hilirisasi yang menjadi program andalan Presiden Jokowi, telah mendorong rata2 Ekonomi tumbuh 5% menjadi 27% tahun 2022, yang memaksa Presiden Jokowi menyampaikan kegembiraan pertumbuhan ekonomi Malut dalam sidang tahunan bank Indonesia dengan menyebut Maluku Utara memiliki indeks kebahagiaan yang tinggi, seolah menjadi dalil utama dari pertumbuhan ekonomi yang memberikan efek bagi indeks kebahagian, walau BPS memberi klarifikasi indikator indeks kebahagian berbeda dengan pertumbuhan ekonomi, namun para pejabat negara dan daerah selalu menggunakan dalil ekonomi tumbuh dan indeks kebahagian.

Penyesatan asumsi ini, dapat di jawab dengan penumpukan angka kemiskinan di wilayah-wilayah pertambangan seperti Halmahera Tengah, Halmahera Timur dan Halmahera Selatan yang menjadi pusat pertambangan memberikan konstribusi angka kemiskinan yang tinggi, dampak kemudian pelebaran ketimpangan terus terjadi.

Fenomena ketimpangan ini, belum terlalu jujur pejabat negara dan pejabat daerah memotret secara baik efek tambang bagi kenaikan pendapatan masyarakat lingkar tambang. (Tim/red)

IMG-20250214-WA0026
IMG-20250214-WA0031
IMG-20250214-WA0033
previous arrow
next arrow
IMG-20250214-WA0028
IMG-20250214-WA0025
IMG-20250214-WA0029
previous arrow
next arrow
IMG-20250215-WA0002
IMG-20250215-WA0002
previous arrow
next arrow
IMG-20250214-WA0011
IMG-20250215-WA0036
previous arrow
next arrow

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *