SOFIFI – Bau busuk dugaan korupsi kembali menyeruak dari tubuh birokrasi Provinsi Maluku Utara. Berdasarkan laporan resmi yang dilayangkan ke Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara, di Ternate tanggal 12 Maret 2025. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) serta Kepala Inspektorat diduga kuat terlibat dalam praktik rasuah yang merugikan negara hingga Rp 56,5 miliar.
Siapa yang dilaporkan? Plt Kepala Dinas Perindag Malut, bendahara, Kasubag Perencanaan, PPK, serta Kepala Inspektorat dan jajarannya.
Apa dugaan perbuatannya? Penyelewengan program, kegiatan rutin, hingga anggaran bidang dan balai pada Dinas Perindag selama 2019–2022. Dari total pagu Rp 113 miliar, setidaknya 50 persen raib melalui praktik korupsi terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
Di mana dan kapan praktik ini terjadi? Di lingkup Dinas Perindag dan Inspektorat Provinsi Malut, dengan jejak anggaran yang digerogoti selama empat tahun anggaran berturut-turut.
Bagaimana modusnya? Administrasi dipoles rapi, laporan keuangan dimanipulasi, dan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) dijadikan tameng. Inspektorat yang seharusnya menjadi pengawas justru diduga melindungi praktik korupsi dengan cara “pembiaran” dan menutup temuan setiap tahun.
Mengapa kasus ini mencuat? Karena laporan awal yang dilayangkan ke Ditreskrimsus Polda Malut sejak 2022 tak kunjung ditindaklanjuti. Kondisi ini memicu BAIN HAM RI kembali melaporkan kasus tersebut ke Kejati Malut, dengan permintaan tegas: lakukan penyidikan dan penahanan terhadap Kepala Dinas Perindag dan Kepala Inspektorat.
Apa dampaknya? Kasus ini bukan sekadar soal angka. Ia mencerminkan rusaknya moral birokrasi: dana rakyat diperas, pengawasan lumpuh, hukum mandek. Jika dibiarkan, Maluku Utara terancam menjadi ladang subur korupsi tanpa ujung. (Tim/Red)