Ternate | Teropongmalut.com Tiga lembaga peduli perempuan dan anak; Clerry Cleffy Institute (CCI), Marisza Cardoba Foundation (MCF), dan Firda Athira Foundation (FAF) mengadakan seminar edukasi tentang penyakit autoimun yang kini menjadi epidemi di berbagai belahan dunia.
Kegiatan yang dikemas dengan tajuk “Autoimun Berbagi Bahagia (ABB) Weekend Market” ini digelar di 10 kota besar dan dengan harapan dapat membangkitkan semangat masyarakat untuk mengenal dan menerapkan pola hidup sehat menyeluruh sekaligus memeberikan dukungan kepada ODAI (orang dengan autoimun) agar dapat tetap aktif dan berdaya.
(MCF), dan Firda Athira Foundation (FAF) mengadakan seminar edukasi tentang penyakit autoimun yang kini menjadi epidemi di berbagai belahan dunia. Kegiatan yang dikemas dengan tajuk “Autoimun Berbagi Bahagia (ABB) Weekend Market” ini digelar di 10 kota besar dan dengan harapan dapat membangkitkan semangat masyarakat untuk mengenal dan menerapkan pola hidup sehat menyeluruh sekaligus memeberikan dukungan kepada ODAI (orang dengan autoimun) agar dapat tetap aktif dan berdaya.
Untuk di Kota Ternate sendiri berkesempatan menjadi kota tuan rumah ke-4 berlangsungnya kegiatan tersebut yang di gelar, Minggu (08/25/2019) pukul 10.00-14.00 WITA di Grand Dafam Bela Hotel Ternate.
Menurut Dewan Pengawas Prof. Dr. dr. Aru W. Sudoyo, Sp.PD, KHOM, menjelaskan, AUTOIMMUNE (Autoimun), adalah sebuah kondisi kesehatan di mana sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antara benda asing yang membahayakan tubuh dengan bagian tubuh penderitanya, sehingga menyebabkan keluhan kesehatan kronis bahkan kematian jika menyerang organ yang memiliki peran vital.
“Selaku Ketua Dewan Pengawas Marisza Cardoba Foundation dan President of ISIM (International Society of Internal Medicine), “Autoimun memang penyakit yang mematikan namun bisa dikendalikan. Penyebabnya akibat terpapar bahan bahan kimia atau yang dianggap tidak natural oleh tubuh,” Jelasnya.
Lebih lanjut Prof. Aru mengatakan, sumber bahan-bahan kimia itu antara lain makanan – makanan yang ada di sekitar kita, yang sangat logis menjadi perangsang rusaknya anti bodi dalam tubuh. Dua generasi lalu, penyakit autoimun sangat langka. Tapi sekarang, jumlahnya meningkat tajam dan kebanyakan generasi muda yang menderitanya.
“Celakanya, pengetahuan masyarakat mengenai penyakit berbahaya ini masih dirasakan kurang. Padahal diduga kuat penderitanya di Indonesia bisa mencapai jutaan bahkan puluhan juta orang. Di Amerika Serikat, jumlah penderita autoimun mencapai 50 juta jiwa, atau sekitar 15,5% dari total penduduknya.
Sekitar 80 persen penyintas autoimun adalah perempuan usia produktif, dengan gejala yang mirip dengan penyakit lainnya seperti nyeri sendi, mudah lelah, rambut rontok, sering sariawan, demam yang tidak beraturan, dan sebagainya” Katanya.
Prof Aru menuturkan, hal ini dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, namun gaya hidup dan faktor lingkungan memegang peranan jauh lebih penting.
“Belum ada obat yang dapat memulihkan seseorang dari kondisi autoimun. Penyakit ini dapat dicegah atau dikontrol dengan penerapan pola hidup sehat menyeluruh” Tuturnya.
Sementara dua lembaga masyarakat, yakni Firda Athira Foundation (FAF) yang didirikan seorang anak muda generasi milenial yang amat peduli terhadap penyakit autoimun.
Firdha Athira, dan Clerryb Cleffy Institute (CCI) yang didirikan psikolog
perdamaian Dwi Prihandini menyatakan, dukungannya dan berpartisipasi aktif dalam mewujudkan Program Nasional Senyum Indonesiaku.
“Program ini telah diresmikan Prof. DR. Yohana Susana Yembise Dipl. Apling selaku Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI beserta Marisza Cardoba Foundation pada tanggal 6 Agustus 2015 di Galeri Indonesia Kaya Jakarta” Ungkapnya.
Menurut Firdha Athira, generasi milenial punya peran penting untuk memberi dukungan kepada teman-temannya yang menderita autoimun agar tetap memiliki semangat yang sama meraih masa depan.
“Dengan dukungan teman dan sahabat, penderita autoimun, khususnya sesama anak muda, akan punya daya juang lebih dan menganggap apa yang dideritanya bukan sebuah halangan untuk menggapai masa depan dan meraih cita-citanya,” Pungkasnya.
Senada dengan Firdha, psikolog perdamaian yang juga inisiator kegiatan, Dwi Prihandini S.Psi, M.Si juga menyoroti pentingnya edukasi tentang autoimun dan melakukan inisiatif agar komunitas autoimun mendapat dukungan dan hak yang sama untuk lebih berdaya dalam kehidupan di masyarakat.
“Di Indonesia, Autoimun telah menjadi epidemi dengan lonjakan angka
penderita yang tajam,” ujar Dwi Prihandini. Maka dari itu, harus dibutuhkan edukasi massif agar masyarakat dapat mengenali keberadaan autoimun dan mewaspadainya melalui penerapan pola hidup sehat menyeluruh.
“Autoimun adalah ancaman nyata bagi masyarakat Indonesia. Orang dengan Autoimun atau ODAI produktivitasnya menurun, hanya mampu beraktivitas 5-6 jam sehari. Bayangkan bila fenomena ini terus meningkat di Indonesia, pemerintah akan semakin kewalahan menanggung anggaran kesehatan yang begitu besar, apalagi penyakit ini belum dapat disembuhkan” Pendiri Marisza Cardoba Foundation (lembaga masyarakat yang aktif mengedukasi masyarakat tentang autoimun dan Lima Dasar Hidup Sehat, serta pemberdayaan penyintas autoimun).
Marisza Cardoba menambahkan, penderita Autoimun di Amerika Serikat berjumlah 50 juta orang, namun jumlah penderita di Indonesia yang berhasil kami himpun dan berdayakan baru mencapai 5.000 orang, karena kendala data valid dari pemerintah yang belum tersedia.
Hal ini bisa jadi disebabkan karena gejala autoimun mirip dengan penyakit lainnya, dan masyarakat juga enggan memeriksakan penyakitnya secara menyeluruh karena khawatir masalah pembiayaan yang tidak sepenuh nya ditanggung oleh BPJS.
“Oleh karena itu langkah terbijak adalah sejak dini masyarakat Indonesia sudah harus menerapkan Lima Dasar Hidup Sehat atau pola hidup sehat menyeluruh yang terbukti telah berhasil meningkatkan kualitas hidup para ODAI hingga dapat kembali beraktivitas normal, yang pastinya juga akan sangat bermanfaat untuk kualitas kesehatan masyarakat luas” Tutup Marisza. (Kj)