Penulis : Afe
Editor : Odhe
Di puncak pohon tinggi, tinggallah seekor monyet lincah dan cerdik. Ia adalah penguasa cabang-cabang, tak terkalahkan oleh angin kencang sekalipun. Suatu hari, tiga angin kuat, Angin Topan, Angin Tornado, dan Angin Hujan, menantang monyet. Mereka berlomba untuk menjatuhkannya dari ketinggian.
Angin Topan, dengan amarahnya, menerjang pohon dengan hebat. Ranting bergoyang, namun monyet cekatan berpegangan erat. Satu menit berlalu, angin Topan menyerah.
Angin Tornado berputar-putar, menciptakan pusaran angin dahsyat. Namun, monyet tak tergoyahkan. Satu menit lagi berlalu, Tornado pun takluk.
Angin Hujan, dingin dan kejam, menghujani ranting dengan deras. Cengkeraman monyet mulai melemah, namun ia tak menyerah. Seolah tak terkalahkan, monyet terus berjuang. Namun, waktu terus berjalan, dan Hujan pun gagal.
Ketiga angin itu terdiam, tak percaya. Mereka melihat monyet, tegak dan kuat, di atas ranting. Tiba-tiba, angin lembut berbisik. “Izinkan aku mencoba.”
Itulah Angin Sepoi-sepoi, tenang dan tak terlihat kuat. Ketiga angin itu menertawakannya, menganggapnya lemah. Namun, Sepoi-sepoi bersikeras. Dengan lembut, ia membelai monyet, membisikkan udara hangat ke ubun-ubunnya.
Monyet, yang terbiasa dengan badai, merasa nyaman dengan sentuhan Sepoi-sepoi. Ia tertidur lelap, tak menyadari bahaya yang mengintai. Cengkeramannya terlepas, dan dengan lembut, Sepoi-sepoi menuntunnya jatuh ke tanah.
Ketiga angin itu tercengang. Sepoi-sepoi, yang tak terlihat kuat, telah menjatuhkan monyet yang tangguh. Mereka belajar bahwa kekuatan sejati bukan terletak pada amarah dan kekuasaan, tetapi pada kelembutan dan strategi yang tepat.
Dalam cerita ini, Sepoi-sepoi mengajarkan kita bahwa kelembutan bisa menjadi senjata yang kuat. Terkadang, pendekatan yang lembut dan sabar jauh lebih efektif daripada pendekatan yang agresif. Ingatlah, kekuatan sejati bukanlah soal otot, tetapi soal kebijaksanaan dan ketekunan.