Oleh : Mursal Bahtiar
TeropongMalut.com. Halmahera Selatan dengan Luas wilayah 8.779,32 km² merupakan salah satu kabupaten terluas yang ada di Maluku Utara. Dengan sejumlah etnis suku dan budaya yang ada di Halmahera Selatan, telah menjadikan Halmahera Selatan sebagai Kabupaten yang sarat akan kearifan Lokal.
Halmahera Selatan dengan adat dan Budaya yang melekat didalamnya seperti memberi pesan bahwa persatuan dan kesatuan itu hadir dari sebuah perbedaan dan warna yang berlainan.
Akar falsafah lokal Halmahera Selatan masih merambat begitu kuat di kedalaman hati orang-orang Halmahera Selatan. Hal tersebut masih dapat dibuktikan dengan kebaikan masyarakat desa dan kota meskipun kenyataannya etnis suku dan budaya telah tercampur aduk.
Sosial masyarakat yang begitu masif di masa ini, satu sama lain saling menguatkan, baik secara fisik dan psikis, materi dan imateri, serta pikiran dan perasaan.
“Bakusompong” (Bakudukung) masyarakat Halsel tidak perlu diragukan, karena leluhur telah mewariskan DNA “Bakusompong” sejak berabad-abad yang lalu. Harta karun tersebut bukan hanya dimiliki masyarakat Halsel namun menyeluruh di seluruh pelosok tanah air.
Kenyataan tersebut memang diakui dunia, jauh lebih khusunya masyarakat Halmahera Selatan yang meskipun realitasnya harus diuji dengan istilah Bacarita orang (Bafitana) Namun, jiwa empati dan simpati serta Baku malu hati telah teruji selama negeri Saruma ini Berdiri.
Kedangkalan buah pikir dan narasi kepentingan telah menjamur dalam tiap langkah keseharian manusia Halmahera Selatan, meski telah melalui perjalanan panjang, budaya dan tradisi Bakusompong tak akan hilang sepanjang masa.
Ini telah menjadi poin penting yang harus kita jaga bersama, karena memang telah menjadi tanggung jawab bersama untuk menuju Halmahera Selatan yang Bakusompong (bekerja sama).
Lepas dari Bakusompong itu sendiri, ada muatan lain yang seiring waktu telah mendikte kita untuk sering tak menghiraukan rasa saling mendukung. Bafitanah atau bacarita orang menjadi musuh yang paling primadona ketika kata Bakusompong di jadikan realita dalam bentuk kemaslahatan.
Di masa ini, kita kadang diuji dengan kepentingan pribadi yang mengatasnamakan Bakusompong, atas kepentingan golongan kata bakusompong sering bercokol sebagai asas pemanfaatan meraup keuntungan.
Ini harusnya menjadi evaluasi kedewasaan kita dalam menyikapi segala bentuk selebrasi hidup. Kita mestinya kembali kepada pesan moral dan sejarah para leluhur kita yang kehidupannya mengandalkan kerja sama, saling mendukung, dan Bakusompong.
Tradisi Bakusompong (Bakudukung) kini menjadi minim, dikarenakan adanya kepentingan lain yang bersifat pribadi, padahal dalam jangkauannya bakubantu (kerja bakti) adalah sebuah dasar untuk mencapai kepentingan pribadi masing-masing.
Untuk menjadikan Bakusompong ini sebagai prinsip hidup, tak perlu doktrin khusus agar terciptanya saling baku bantu. Langkah yang perlu dilakukan adalah memberikan edukasi kepada masyarakat agar mau menggemakan kembali tradisi yang sering dia abaikan ini. Para generasi muda perlu dipupuk rasa solidaritasnya melalui kegiatan positif yang sifatnya komunal. Hal ini setidaknya telah memberikan pemahaman kepada generasi muda, bahwa daerah ini memiliki akar sosial yang kuat yang harus tetap terjaga kelestariannya.