Halmahera Selatan, TeropongMalut – Kasus pengelolaan sianida ilegal kembali mencuat di Desa Anggai, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan. Setelah pada tahun 2024 ditemukan belasan ton sianida milik pengusaha berinisial N alias Nicolas tanpa izin pengguna akhir atau izin industri, kini kasus serupa terulang dengan aktor yang berbeda. Senin (20/01/25)
Hal ini diungkap dari tim investigasi Redaksi Liputan Malut bahwa seorang pengusaha dari luar Maluku Utara kembali memasok ratusan kaleng sianida dari Sulawesi Utara. Zat kimia berbahaya tersebut diangkut ke Desa Anggai untuk diperjualbelikan.
Sianida diduga ditampung di gudang tidak layak dan tanpa Izin, pantauan di lapangan menunjukkan bahwa ratusan kaleng sianida tersebut disimpan di sebuah gudang yang tidak layak dan diduga kuat tidak memiliki izin, baik izin industri maupun izin lingkungan, dari Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag).
Perlu diketahui, sianida merupakan senyawa kimia beracun yang dapat mengancam kesehatan manusia dan lingkungan. Pengelolaan dan peredarannya diatur ketat dalam Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 75 Tahun 2019 tentang Bahan Berbahaya, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelanggaran terhadap regulasi ini dapat dikenai sanksi pidana hingga pencabutan izin usaha.
Saat dikonfirmasi, pemilik ratusan kaleng sianida, Andre Wijaya, membenarkan bahwa bahan kimia tersebut miliknya. “Iya, ini punya saya. Ada 285 kaleng sianida dan 108 karung karbon aktif. Semua dokumen perizinan lengkap dari PT INTI Kemilau Alam, jadi kami berani menjual,” ujar Andre.
Ia menjelaskan bahwa sianida tersebut dikirim dari Jakarta melalui Sulawesi Utara menggunakan kapal barang, lalu dibongkar di Pelabuhan Sambiki, Obi. “Barang tiba di lokasi tanggal 13 Januari 2025, dan saya baru lima hari di Obi,” tambahnya.
Namun, ketika ditanya terkait izin gudang dan izin lingkungan, Andre mengaku hal tersebut bukan tanggung jawabnya. “Itu urusan pemilik gudang, Pak Hi. Burhan Hi. Ibrahim alias La Ubo. Silakan tanyakan langsung kepada beliau,” tegas Andre.
Upaya konfirmasi terhadap Hi. Burhan oleh Redaksi Liputan Malut belum membuahkan hasil. Beberapa sumber mengungkapkan bahwa Hi. Burhan tidak berada di tempat. Informasi lapangan menyebutkan bahwa Hi. Burhan juga dikenal sebagai pengusaha tambang emas (tong) di Obi dan merupakan kakak kandung anggota DPRD Halmahera Selatan, Haryadi Hi. Ibrahim.
Sampai berita ini diterbitkan, Hi. Burhan belum dapat dikonfirmasi terkait dokumen izin gudang dan izin lingkungan.
Seorang ahli hukum pidana dan perdata Syafridhani Smaradhana, SH,.MKn. menjelaskan bahwa pengelolaan bahan kimia berbahaya seperti sianida tanpa izin yang lengkap dapat berpotensi melanggar UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana, tergantung pada tingkat dampak dan kelalaiannya,” ungkapnya.
Sementara itu, kutipan dari Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI mengingatkan bahwa pelaku usaha yang tidak memenuhi ketentuan perizinan dapat dikenai sanksi berdasarkan UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, termasuk penutupan usaha dan pidana penjara maksimal empat tahun.
Kasus ini kembali menjadi sorotan publik sebagai bukti lemahnya pengawasan dari Pemkab Halmahera Selatan. Masyarakat berharap pemerintah, khususnya Disperindag dan Dinas Lingkungan Hidup, segera mengambil tindakan tegas guna mencegah dampak buruk bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Penelusuran lebih lanjut perlu dilakukan untuk memastikan legalitas dan kepatuhan seluruh pihak terkait terhadap regulasi yang berlaku. Pemerintah diminta tidak ragu memberikan sanksi tegas terhadap pelanggaran yang terbukti.
Redaksi