Jakarta, TeropongMalut – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose virtual untuk menyetujui 6 (enam) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme Restorative Justice (keadilan restoratif) pada Selasa, 29 April 2025.
Salah satu perkara yang diselesaikan melalui keadilan restoratif adalah terhadap Tersangka Agus Handoko bin Wakino (Alm) dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Kronologis perkara bermula pada 10 Februari 2025, saat Saksi Solihin bin Suripto (Alm) (dalam berkas perkara terpisah) datang ke rumah Tersangka Agus Handoko dengan membawa sepeda motor Honda Beat warna merah putih milik Saksi Korban Dadang Herman bin Husen, yang sebelumnya dipinjam oleh Saksi Solihin. Tanpa izin pemilik, Saksi Solihin menawarkan sepeda motor tersebut kepada Tersangka dengan harga Rp2.000.000.
Tersangka, yang tidak menanyakan dokumen kepemilikan dan diyakinkan bahwa sepeda motor tersebut milik Saksi Solihin, akhirnya setuju melakukan transaksi dengan menyerahkan uang tunai Rp500.000 dan satu unit handphone merek Redmi warna hitam senilai Rp1.000.000.
Mengetahui kasus ini, Kepala Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir, Hendri Hanafi S.H M.H., bersama Kasi Pidum Indah Kumala Dewi S.H. dan Jaksa Fasilitator Liana Safitri, S.H. dan Ria Hamerlin, S.H., M.H., menginisiasi penyelesaian perkara melalui mekanisme Restorative Justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Saksi Korban. Saksi Korban kemudian meminta agar proses hukum terhadap Tersangka dihentikan.
Setelah tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Dr. Yulianto S.H M.H.
Setelah mempelajari berkas perkara, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum. Permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice pada Selasa, 29 April 2025.
Selain perkara di atas, JAM-Pidum juga menyetujui 5 (lima) perkara lain melalui keadilan restoratif, yaitu:
1. Tersangka Wayan Johan anak dari Nyoman Cig dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
2. Tersangka Sulaiman alias Entus dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
3. Tersangka Maha Tarip alias Ujang Gepek bin Tumpang dari Kejaksaan Negeri Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan.
4. Tersangka Andi Dayumurti bin Sarwandi dari Kejaksaan Negeri Kulonprogo, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
5. Tersangka Atib alias Beler bin Isim (Alm) dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini antara lain:
- Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
- Tersangka belum pernah dihukum;
- Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
- Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
- Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
- Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
- Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
- Pertimbangan sosiologis;
- Masyarakat merespon positif.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum. (TS)