Berita  

JAM-Pidum Setujui Dua Permohonan Restorative Justice Kasus Narkotika

Jakarta, TeropongMalut – Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, menyetujui dua permohonan penyelesaian perkara narkotika melalui mekanisme keadilan restoratif (restorative justice). Persetujuan tersebut diberikan dalam gelar perkara (ekspose) yang diselenggarakan pada Kamis, 8 Mei 2025.

Dua perkara yang disetujui untuk diselesaikan melalui pendekatan keadilan restoratif meliputi:

  1. Tersangka Fahri Saputra Pgl Fahri bin Rodi – dari Kejaksaan Negeri Pasaman Barat, disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) jo. Pasal 127 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika jo. UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
  2. Tersangka Debi Kurniawan bin (Alm) Agus Susanto – dari Kejaksaan Negeri Kota Semarang, disangka melanggar Pasal 112 Ayat (1) jo. Pasal 127 Ayat (1) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Persetujuan diberikan berdasarkan sejumlah pertimbangan, antara lain:

Para tersangka dinyatakan positif menggunakan narkotika berdasarkan hasil laboratorium forensik.

Hasil penyidikan menunjukkan bahwa keduanya tidak terlibat dalam jaringan peredaran gelap narkotika dan hanya sebagai pengguna terakhir (end user).

Para tersangka tidak pernah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).

Berdasarkan hasil asesmen terpadu, mereka dikategorikan sebagai pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika.

Para tersangka belum pernah atau baru menjalani rehabilitasi maksimal dua kali, dengan bukti surat keterangan dari lembaga berwenang.

Tidak terdapat peran para tersangka sebagai produsen, bandar, pengedar, atau kurir narkotika.

JAM-Pidum menegaskan bahwa Kejaksaan Negeri terkait diminta segera menerbitkan Surat Ketetapan Penyelesaian Perkara Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Pedoman Jaksa Agung Nomor 18 Tahun 2021.

“Langkah ini merupakan bagian dari pelaksanaan asas dominus litis jaksa dalam penanganan perkara penyalahgunaan narkotika yang berorientasi pada pemulihan, bukan semata-mata pemidanaan,” ujar Prof. Dr. Asep Nana Mulyana. (TS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *